Menanti Putusan Mahkamah Agung pada Perkara Perdagangan Ilegal Sisik Trenggiling di Tanjung Balai Asahan
Kasus perdagangan ilegal 980 kg sisik trenggiling di Tanjung Balai Asahan terus bergulir hingga ke meja Mahkamah Agung. Di tengah maraknya kejahatan terhadap satwa, publik menaruh harapan pada hukuman yang bisa memberi efek jera. Sayangnya, harapan itu seperti dicederai, hukuman 4 tahun dari pengadilan tingkat pertama dipangkas menjadi 2 tahun 6 bulan oleh Pengadilan Tinggi, tanpa alasan yang jelas dan rasional.
Kejaksaan tak tinggal diam. Kasasi pun diajukan sebagai bentuk perlawanan terhadap putusan yang dianggap tidak sepadan dengan skala kerusakan ekologis yang ditimbulkan. Ini bukan sekadar soal hukum, ini tentang melindungi kehidupan, menjaga keseimbangan alam, dan menghentikan praktik kejahatan luar biasa yang mengancam titipan alam yang Indonesia miliki. Mahkamah Agung diharapkan bisa menjadi benteng terakhir demi memberikan keadilan ekologis.
Jika hakim adalah wakil Tuhan di dunia, maka kami titipkan suara dari makhluk ciptaan tuhan yang tak bisa berbicara bahasa manusia ini, kepada mereka yang memegang palu keadilan.
Kami berharap, dengan menjatuhkan hukuman setimpal, muncul rasa takut yang bisa mencegah kejahatan serupa di kemudian hari. Sebab tanpa ketegasan hukum, tak akan pernah ada perlindungan yang nyata bagi alam.
#Repost @pembelasatwaliar
Comments
Post a Comment