Kasus Penyiksaan Beruk di Labusel, Pelaku Masih Bebas

 

Seekor beruk di Kabupaten Labuhanbatu Selatan (Labusel), Sumatera Utara, menjadi korban penyiksaan yang direkam dan diunggah di media sosial. Peristiwa ini memicu kemarahan publik, namun dua pekan setelah kejadian, kasus belum menemui titik terang.

Video yang beredar menunjukkan seorang pria memukul beruk hingga mati. Menurut pengakuan pelaku, tindakan ini dilakukan karena kesal, sekaligus “membuat konten.” Pernyataan ini diperkuat oleh keterangan Kepala Seksi Wilayah VI Kota Tanjung Pinang, BBKSDA Sumut, yang menyebut pelaku mengaku memukul beruk tersebut, namun berdalih tidak memukul dengan kekuatan penuh.

Status Konservasi Beruk dan Ancaman yang Dihadapi

Beruk (Macaca nemestrina) dan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) bukan sekadar satwa liar biasa. Sejak Maret 2022, International Union for Conservation of Nature (IUCN) menaikkan status konservasi kedua spesies ini menjadi “Terancam Punah” (Endangered). Artinya, populasi mereka di alam liar terus menurun akibat perburuan, eksploitasi, perdagangan ilegal, dan penyiksaan.

Sayangnya, fakta di lapangan menunjukkan bahwa ancaman terhadap kedua spesies ini belum berhenti. Data Social Media Animal Cruelty Coalition (SMACC) tahun 2021 mencatat, Indonesia menduduki peringkat pertama di dunia sebagai negara dengan pengunggah video penyiksaan hewan terbanyak—termasuk video yang melibatkan beruk dan monyet ekor panjang—dengan total 1.626 konten.

Upaya Advokasi dan Laporan Hukum

Animal Voice Indonesia bersama Jakarta Animal Aid Network (JAAN), Animal Lawyer Indonesia, serta para aktivis telah mengambil langkah hukum. Laporan resmi diajukan ke Polres Labusel, lengkap dengan bukti video dan dokumen hukum yang diserahkan melalui @danielphalim.

Namun, hingga kini:

  • Laporan masih tercatat sebagai Dumas (Pengaduan Masyarakat)

  • Pelaku sempat ditangkap, namun dilepaskan kembali

  • Kasus belum naik status menjadi Laporan Polisi (LP)

Payung Hukum yang Bisa Menjerat Pelaku

Sejumlah regulasi seharusnya dapat menjerat pelaku penyiksaan satwa liar ini, di antaranya:

  • UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem (Pasal 21 ayat 2, Pasal 40 ayat 2)

  • KUHP Pasal 55 ayat 1 dan Pasal 56 ke-2

  • UU No. 41 Tahun 2014 (Pasal 91B dan 91C)

  • UU No. 19 Tahun 2016 (Pasal 27 ayat 1, Pasal 45 ayat 1)

  • Pasal 302 KUHP tentang penyiksaan hewan

Ancaman hukuman dalam UU Konservasi dapat mencapai 5 tahun penjara dan denda hingga Rp100 juta bagi siapa pun yang menangkap, melukai, atau membunuh satwa dilindungi.

Seruan untuk Penegakan Hukum

Kasus ini bukan hanya tentang seekor beruk, melainkan tentang komitmen penegakan hukum satwa liar di Indonesia. Kami menuntut:

  • Penegakan hukum tanpa kompromi

  • Tidak ada impunitas bagi pelaku kekerasan terhadap satwa

  • Kepastian proses hukum demi keadilan bagi makhluk tak bersuara

Masyarakat diimbau untuk mengawal kasus ini, menyuarakan keprihatinan, dan mendesak aparat agar segera menindak tegas pelaku.

Karena satwa liar bukan objek kekerasan. Hukum harus ditegakkan, untuk siapa pun—termasuk untuk perlindungan satwa.

Comments

Popular Posts