Miris! Pria di Solo Simpan Puluhan Mayat Kucing di Freezer, Bukti Lemahnya Perlindungan Hewan di Indonesia
Kasus penelantaran hewan kembali mencuat di Indonesia. Kali ini, publik dikejutkan dengan pengakuan seorang pria di Solo berinisial SH, yang pernah menyimpan hingga 89 mayat kucing di dalam freezer rumahnya. Peristiwa mengerikan ini membuka wajah kelam lemahnya regulasi perlindungan satwa di tanah air.
Kronologi Kasus Penelantaran Kucing di Solo
Kasus ini bermula ketika seorang pemilik kucing berniat menitipkan hewan peliharaannya kepada SH. Namun, ia menemukan hal mencurigakan dan segera melibatkan Komunitas Cat Lover untuk memeriksa kondisi rumah tersebut.
Pada 11 Agustus 2025, tim menemukan 48 ekor kucing hidup dalam keadaan memprihatinkan. Mereka ditempatkan di rumah kotor, minim sanitasi, berbau menyengat, serta kekurangan makanan dan air. Banyak kucing terlihat sakit, kurus, dan nyaris mati kelaparan.
Tidak hanya itu, SH mengaku bahwa sejak September 2024 hingga Februari 2025, ia telah menyimpan 89 mayat kucing di dalam freezer. Alasannya? Ia merasa terlalu repot untuk menguburkan satu per satu. Alasan yang jelas tidak masuk akal sekaligus memperlihatkan sikap tidak bertanggung jawab terhadap nyawa hewan.
Modus Adopsi Tanpa Tanggung Jawab
Dalam keterangannya, SH sering mengadopsi kucing dari berbagai orang dengan alasan ingin merawat. Namun, tanpa adanya kemampuan finansial, waktu, maupun pengetahuan tentang perawatan hewan, praktik ini justru berujung pada penimbunan (hoarding).
Kondisi rumah yang kotor dan penuh kotoran memperlihatkan bahwa SH tidak benar-benar menyayangi kucing-kucing tersebut. Banyak pihak menduga bahwa adopsi massal ini hanyalah modus untuk mendapatkan simpati dan bantuan dana dari komunitas pencinta hewan.
Upaya Hukum dan Kelemahan Regulasi
Kasus ini telah dilaporkan oleh komunitas dan warga sekitar dengan menggunakan Pasal 302 KUHP tentang penganiayaan atau kelalaian pemeliharaan hewan. Namun, ancaman hukuman yang berlaku sangat ringan: maksimal 3 bulan penjara atau denda kecil.
Pertanyaan pun muncul: apakah adil hanya dengan hukuman ringan, sementara puluhan nyawa kucing telah menjadi korban? Kasus ini menjadi bukti nyata bahwa Indonesia membutuhkan regulasi perlindungan hewan yang lebih kuat dan tegas, agar penelantaran maupun kekerasan terhadap hewan bisa dicegah.
Evakuasi dan Penyelamatan
Beruntung, kucing-kucing yang masih hidup berhasil dievakuasi oleh komunitas pencinta kucing ke beberapa shelter yang bersedia menampung. Mereka kini mendapatkan perawatan intensif, mulai dari makanan bergizi hingga pemeriksaan medis.
Sementara itu, SH masih berkilah dan beranggapan bahwa ia telah "menyelamatkan" kucing-kucing tersebut dengan memberi mereka tempat tinggal. Padahal, apa yang terjadi justru sebaliknya: kucing-kucing itu dibiarkan menderita, bahkan mati secara perlahan.
Pelajaran untuk Masyarakat
Kasus penelantaran kucing di Solo ini menjadi pelajaran penting bagi kita semua. Memelihara hewan bukan hanya soal memberi tempat tinggal, tetapi juga melibatkan:
-
Biaya: untuk makanan, obat-obatan, dan kebutuhan lainnya.
-
Waktu: untuk merawat, membersihkan, dan memberi perhatian.
-
Tanggung jawab moral: memastikan hewan hidup dengan layak sesuai haknya.
Kami dari Animal Lawyer Indonesia mendukung penuh agar kasus ini diusut tuntas dan pelaku mendapat sanksi setimpal. Lebih dari itu, kami menyerukan agar masyarakat semakin sadar bahwa adopsi hewan adalah komitmen seumur hidup, bukan sekadar tren atau belas kasihan sesaat.
Kasus ini harus menjadi efek jera sekaligus momentum mendorong perbaikan regulasi perlindungan satwa di Indonesia.
Comments
Post a Comment