Pelaku Perdagangan Daging Anjing dan Kucing Bisa Dipenjara: Ini Penjelasan Hukumnya
Isu perdagangan daging anjing dan kucing kini menjadi perhatian serius di tingkat nasional. Setelah berbagai kampanye dan advokasi dilakukan oleh organisasi kesejahteraan hewan, kini semakin banyak pihak yang menyadari bahwa praktik ini tidak hanya melanggar etika kemanusiaan, tetapi juga memiliki konsekuensi hukum yang tegas.
Dalam unggahan akun @bebasrabiesntt, Advokat Adrian Hane, S.H., M.BA menjelaskan bahwa kasus-kasus terkait penganiayaan hewan dan perdagangan daging anjing serta kucing telah masuk dalam ranah hukum pidana Indonesia. Artinya, pelaku dapat dijerat dengan hukuman penjara dan denda, sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Perlindungan Hewan di Indonesia Sudah Diatur Undang-Undang
Perlindungan terhadap hewan diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, yang kemudian diperbarui melalui Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014. Dalam regulasi tersebut, disebutkan bahwa setiap orang dilarang untuk melakukan tindakan yang dapat menimbulkan rasa sakit, penderitaan, atau menyakiti hewan secara tidak semestinya.
Selain itu, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juga memiliki pasal yang bisa menjerat pelaku kekerasan terhadap hewan.
Misalnya, Pasal 302 KUHP menyebutkan bahwa setiap orang yang menyakiti atau menyiksa hewan secara kejam dapat dipidana dengan kurungan hingga 9 bulan atau denda. Jika perbuatannya menyebabkan kematian hewan, maka ancaman hukumannya dapat meningkat.
Dalam konteks perdagangan daging anjing dan kucing, aktivitas ini dapat dikategorikan sebagai eksploitasi dan penyiksaan terhadap hewan, karena proses pengangkutan, penahanan, hingga penyembelihan sering dilakukan tanpa memperhatikan kesejahteraan dan keselamatan hewan tersebut.
Risiko Kesehatan dan Ancaman Hukum
Selain aspek moral dan hukum, perdagangan daging anjing dan kucing juga menimbulkan risiko kesehatan masyarakat. Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah memperingatkan bahwa praktik ini dapat memperluas penyebaran rabies dan penyakit zoonosis lainnya — penyakit yang menular dari hewan ke manusia.
Karena itu, tindakan hukum terhadap pelaku tidak hanya penting untuk menegakkan keadilan bagi hewan, tetapi juga demi melindungi keselamatan publik.
Menuju Regulasi yang Lebih Tegas
Dalam beberapa tahun terakhir, isu ini semakin diperhatikan di tingkat legislatif. Melalui dorongan berbagai organisasi seperti Dog Meat Free Indonesia (DMFI), ADHSI, dan komunitas pecinta hewan, kini tengah diperjuangkan RUU Perlindungan dan Kesejahteraan Hewan yang mencakup larangan perdagangan daging anjing dan kucing secara nasional.
Langkah ini diharapkan dapat memperkuat dasar hukum dan memberikan efek jera kepada para pelaku kekerasan maupun perdagangan hewan secara ilegal.
Saatnya Bertindak Bersama
Kasus penganiayaan dan perdagangan daging anjing serta kucing bukan sekadar isu hewan — ini adalah masalah kemanusiaan dan kesehatan masyarakat. Sudah saatnya masyarakat turut berperan: melapor jika menemukan tindakan kekerasan terhadap hewan, menolak konsumsi daging anjing dan kucing, serta mendukung penegakan hukum bagi pelaku.
Dengan dukungan publik yang kuat, Indonesia bisa menjadi negara yang lebih beradab, peduli, dan berwelas asih terhadap semua makhluk hidup.
%20(13).png)

Comments
Post a Comment