Kasus Penjagalan Kucing di Pagar Alam Kembali Menunjukkan Lemahnya Perlindungan Hewan di Indonesia

 


Kasus kekerasan terhadap hewan kembali mengguncang publik. Pada 3 September 2025, Polres Pagar Alam, Sumatera Selatan, berhasil mengamankan seorang terduga penjagal sekaligus pedagang daging kucing setelah sebuah video aksinya beredar luas di media sosial dan menjadi viral. Kasus ini menambah daftar panjang kejahatan terhadap hewan yang masih terjadi di Indonesia.

Berdasarkan keterangan pihak kepolisian, pelaku merupakan seorang laki-laki berinisial S (55 tahun), warga Kecamatan Tanjung Sakti Pumi, Kabupaten Lahat. Dari tangan pelaku, polisi mengamankan sejumlah barang bukti berupa seekor kucing anggora berbulu oranye, dua bilah senjata tajam, serta Kartu Tanda Penduduk (KTP) milik pelaku.

Kepada penyidik, pelaku mengakui telah melakukan aksinya selama kurang lebih empat bulan. Dalam kurun waktu tersebut, ia diduga telah menjagal lebih dari 100 ekor kucing. Fakta ini menimbulkan keprihatinan mendalam, sekaligus memperlihatkan betapa rentannya hewan terhadap kekerasan ketika perlindungan hukum masih lemah dan penegakan hukum belum optimal.

Dalam penanganan perkara ini, penyidik menerapkan pasal berlapis kepada pelaku. Pertama, Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang kepemilikan senjata tajam, khususnya Pasal 2 ayat (1), dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun bagi siapa pun yang tanpa hak membawa atau menguasai senjata penikam atau penusuk. Kedua, Pasal 363 KUHP tentang pencurian dengan pemberatan, yang diancam hukuman hingga 7 tahun penjara. Ketiga, Pasal 302 KUHP ayat (2) tentang kekerasan terhadap hewan.

Meski demikian, kasus ini kembali membuka diskusi publik tentang keterbatasan Pasal 302 KUHP dalam memberikan perlindungan maksimal bagi hewan. Pasal tersebut masih dinilai belum cukup tegas, baik dari sisi sanksi maupun cakupan perlindungan, sehingga belum memberikan efek jera yang kuat bagi pelaku kekerasan terhadap hewan.

Kasi Humas Polres Pagar Alam, IPTU Mansur, S.H., menghimbau masyarakat yang merasa kehilangan kucing peliharaan untuk segera melapor ke Polres Pagar Alam, guna membantu proses penyelidikan dan pendataan korban.

Kasus ini menunjukkan bahwa praktik penjagalan dan perdagangan daging anjing maupun kucing masih terus terjadi, meskipun mendapat penolakan luas dari masyarakat. Situasi ini semakin menegaskan urgensi hadirnya regulasi yang lebih komprehensif dan berpihak pada kesejahteraan hewan.

Seandainya RUU Perlindungan Hewan telah disahkan, penegak hukum akan memiliki dasar hukum yang lebih kuat dan jelas untuk menjerat pelaku kekerasan terhadap hewan. RUU ini diharapkan mampu mengakui hewan sebagai makhluk hidup yang berhak atas perlindungan dari rasa sakit, penderitaan, dan ketakutan, serta memberikan sanksi yang lebih tegas bagi pelanggar.

Karena hewan tidak dapat bersuara membela diri mereka sendiri, manusialah yang memikul tanggung jawab untuk melindungi. Mari kita kawal bersama pengesahan RUU Perlindungan Hewan, agar tidak ada lagi kekerasan yang terulang, dan hukum benar-benar berpihak pada makhluk hidup yang paling rentan.

Comments

Popular Posts