PRESS RELEASE 1ST ANIMAL LAWYERS SUMMIT: Memperkuat Perlindungan Hukum Satwa di Era KUHP Baru-Komitmen Multidisipliner untuk Kesejahteraan Hewan Indonesia
PRESS RELEASE
1ST ANIMAL LAWYERS SUMMIT: Memperkuat Perlindungan Hukum Satwa di Era KUHP Baru-Komitmen Multidisipliner untuk Kesejahteraan Hewan Indonesia
Jakarta, 4 Desember 2025 – Animal Lawyer Indonesia (ALI) dengan bangga mengumumkan keberhasilan penyelenggaraan 1st Animal Lawyers Summit pada 4 Desember 2025 di Hotel Sofyan, Jakarta, sebagai rangkaian utama dari Animal Welfare Conference 2025. Acara ini menjadi tonggak bersejarah dalam advokasi hukum satwa di Indonesia, menghadirkan diskusi mendalam tentang integrasi perlindungan satwa dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru, tantangan penegakan hukum di lapangan, serta strategi holistik untuk melindungi hewan pendamping, hewan yang diternakkan, dan hewan liar. Diikuti oleh pakar hukum, kriminolog, legislator, akademisi, dan aktivis dari berbagai organisasi seperti Dog Meat Free Indonesia (DMFI), JAAN Domestic, Animals Don’t Speak Human, dan Koalisi Perlindungan Hewan Indonesia (KPHI), summit ini menegaskan bahwa kesejahteraan hewan bukan hanya isu etika, melainkan fondasi peradaban masyarakat yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Latar Belakang dan Tujuan Summit
1st Animal Lawyers Summit lahir dari urgensi memperkuat penegakan hukum satwa pasca-pengundangan KUHP baru, yang secara eksplisit mengakui satwa sebagai makhluk hidup berhak bebas dari kekerasan dan perlakuan tidak manusiawi. Acara ini bertujuan membangun jembatan antara teori hukum, praktik advokasi, dan kebijakan publik, dengan fokus pada isu kekerasan multidimensional terhadap hewan, celah regulasi, serta korelasi antara perlindungan satwa dan keamanan sosial. Lebih dari 20 peserta hadir, termasuk perwakilan pemerintah daerah, firma hukum, dan organisasi masyarakat sipil, menciptakan ruang dialog interaktif yang produktif.
Sesi Pertama: Integrasi Perlindungan Satwa dalam KUHP Baru
Dibuka oleh Moderator Adv. Amelia Efiliana, S.H. dari ALI, sesi pertama menampilkan pemaparan inspiratif dari Francine Widjojo, S.H., M.H., Anggota Komisi B DPRD Provinsi DKI Jakarta. Beliau memaparkan visi "Jakarta Ramah Hewan" sebagai model tata kelola kota modern, yang mencakup penguatan program sterilisasi massal, perluasan akses Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan), serta kampanye pencegahan praktik ilegal seperti perdagangan daging anjing dan penyiksaan satwa. Francine menekankan peran partisipasi publik melalui pelaporan warga, edukasi komunitas, dan kolaborasi dengan LSM, sambil menyoroti KUHP Baru sebagai dasar regulasi turunan di daerah untuk penegakan hukum yang lebih tegas.
Diskusi tanya jawab sesi ini sangat hidup, membahas isu krusial seperti perlindungan kuda pekerja di Jakarta—yang wajib memenuhi standar kesehatan, pakan, dan kondisi kerja—serta mekanisme pembuktian kekerasan melalui foto, video, visum dokter hewan, dan keterangan saksi. Peserta juga menyoroti penanganan konten kekerasan di media sosial via tangkapan layar dan pelaporan ke platform serta aparat, serta etika adopsi hewan yang menuntut komitmen jangka panjang untuk menghindari pengabaian di masa depan.
Sesi Kedua: Perspektif Multidisipliner Kekerasan dan Perlindungan Hewan
Dimoderatori Romadhoni Feby Indriani, S.H. dari ALI, sesi kedua menghadirkan trio pemateri berpengalaman. Aditya Prasetyo, S.Si., M.Krim, Research Officer DMFI dan JAAN, mendefinisikan kekerasan hewan sebagai tindakan atau kelalaian yang menyebabkan penderitaan tidak perlu, mencakup physical abuse (pemukulan, penyiksaan), neglect (pengabaian pakan dan perawatan), serta eksploitasi ekonomi. Dengan latar belakang magister kriminologi UI, Aditya mengungkap korelasi kuat antara kekerasan hewan dan kriminalitas manusia—seperti indikator awal sadisme atau trauma keluarga—serta motif seperti kontrol, budaya (misalnya konsumsi daging anjing), dan kurangnya empati. Ia menekankan: "Seseorang yang belum sejahtera secara sosial-psikologis belum tentu mampu mensejahterakan hewan".
Adv. Fiolita Berandhini, S.H., Director Lawyer Animals Don't Speak Human, fokus pada hewan yang diternakkan sepanjang rantai pasok: dari kandang hingga penyembelihan. Mengacu UU Peternakan dan Kesehatan Hewan serta PP 95/2012, ia mengkritik positioning hewan sebagai komoditas semata, menganjurkan pendekatan Five Domains (nutrisi, lingkungan, kesehatan, perilaku, mental) di luar Five Freedoms. Tantangan seperti lemahnya pengawasan, penyalahgunaan antibiotik, dan rendahnya kesadaran usaha diatasi melalui sertifikasi, edukasi, dan klinik hukum untuk akses keadilan.
Adv. Adrian Hane, S.H., M.BA., Legal Advocacy Manager DMFI dan Founder Animal Lawyer Indonesia, merinci kerangka hukum domestik untuk melawan perdagangan daging anjing-kucing, meski celah penegakan masih ada. Ia soroti paradoks Indonesia: kaya biodiversitas tapi tinggi konten kekerasan online, serta eksploitasi kuda pekerja. Strategi DMFI holistik meliputi edukasi publik, kolaborasi lintas sektor, pelatihan aparat, pendampingan kasus, dan peran media untuk pelarangan nasional.
Presentasi Paper dan Diskusi Mendalam
Erika Kusuma Wardani dari Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan mempresentasikan riset survei 62 responden: 60,66% pernah saksikan penganiayaan, tapi 65,38% anggap lapor polisi sia-sia karena aparat kurang paham (53,85%), dengan hanya 16,6% kasus sampai pengadilan. Rekomendasi: sosialisasi, kurikulum pendidikan, dan kampanye. Tanya jawab sesi kedua bahas penyalahgunaan antibiotik (laporkan ke dinas terkait), standar penyembelihan, pengawasan obat, amicus curiae untuk kesehatan mental pelaku (diagnosis psikiater bisa hindari pidana via perawatan), bukti nekropsi/visum, serta pendekatan hulu-hilir via edukasi budaya-agama dan konsistensi hukum.
Kesimpulan dan Komitmen Ke Depan
Summit menyepakati KUHP Baru sebagai momentum penguatan regulasi, kapasitas aparat, dan sinergi pemerintah-LSM-akademisi untuk mengubah regulasi menjadi praktik. ALI komitmen lanjutkan dengan pelatihan lawyer hewan, pendampingan kasus, advokasi kebijakan nasional, dan kampanye "Indonesia Ramah Hewan". Acara ini membuktikan bahwa perlindungan satwa adalah investasi pencegahan kriminalitas, kesehatan publik, dan peradaban.
Untuk wawancara atau info lebih lanjut, hubungi:
Animal Lawyer Indonesia
Telepon: +62 815-1919-4230
Website: animallawyerindonesia.org
.png)

Comments
Post a Comment